SIFAT SIFAT WAJIB BAGI ALLAH :
Setiap muslim wajib mempercayai bahwa ada beberapa sifat kesempurnaan yang tiada terhingga bagi Allah SWT.
Sifat Wajib bagi Allah SWT ada 20, begitu juga sifat Mustahil-Nya. Maka, wajib juga kita mempercayai akan sifat-sifat Allah yang dua puluh perlu diketahui juga. Sifat yang Mustahil bagi Allah SWT.
1. Wujud , “اَلْوُجُـوْدُ
“
Artinya “ada”. Maksudnya , Zat Allah Ta’ala itu ada dan
mustahil apabila mempunyai sifat ‘adam ( tidak ada ). Dalilnya :
a. Dalil naqli :
Firman Allah Ta’ala dalam Q.S.. As-Sajadah : 4
اللهُ الَّذِى خَـلَقَ السَّـمـوَاتِ
وَالأَرْضَ وَمَـا بَـيْـنَـهُـمَـا
Artinya : “ Allah Ta’ala yang menciptakan sekalian langit
dan bumi, serta apa saja yang ada diantara keduanya “.
b. Dalil ‘aqli :
Keberadaan alam semesta ini, dapat dilihat , diraba dan
dialami secara nyata dan pasti. Tentu akal mengakui, menetapkan dan menerima
bahwa , itu semua tidak mungkin ada, kalau tidak ada yang menciptakannya. Tidak
mungkin ada mobil, rumah dan kue , jika tidak ada yang membuatnya. Demikian
juga manusia, tetumbuhan, gunung dan alam seisinya tidak mungkin ada, jika
tidak ada penciptanya. Pencipta tersebut adalah Allah Ta’ala. Maka patut bagi
setiap mu’min mengi’tiqadkan bahwa ia senantiasa zikir (ingat) kepada Allah
Ta’ala pada setiap yang maujud (yang ada).
2. Qidam “ اَلْقِـدَمُ
“
Artinya “dahulu”. Maksudnya, adanya Zat Allah Ta’ala tanpa
didahului oleh ketiadaan. Mustahil Allah Ta’ala bersifat baharu, artinya
didahului oleh ketiadaan. Dengan kata lain, Wujud Allah Ta’ala tidak ada
permulaannya. Dalilnya
a. Dalil naqli.
Firman Allah Ta’ala dalam Q.S.. Al-hadid : 3.
هُـوَ الأَوَّلُ وَالآخِـرُ وَالظَّـاهِـرُ وَالْبـَاطِـنُ
Artinya : “Dia {Allah }yang awal {tiada permulaan bagi-Nya}.
Yang akhir {tiada kesudahan bagiNya}. Yang Zahir dan yang batin”.
b. Dalil ‘aqli
Alam semesta beserta isinya, ruang dan waktu sebagai mana
yang telah kita ketahui adalah, ciptaan Allah Ta’ala. Maka menurut akal, sang
pencipta {Allah Ta’ala} telah lebih dahulu ada {qidam } sebelum ada ciptaan-NYA
{makhluk }. Sangat mustahil jika ciptaan dahulu ada, dari penciptanya. Maka
patut bagi setiap mu’min untuk mengi’tiqadkan bahwa senantiasa bersyukur kepada
Allah Ta’ala yang telah menjadikannya menjadi mu’min muslim dengan taufiqNya.
3. Baqâ, “ اَلْبَـقَـاءُ
“
Artinya “kekal”. Maksudnya adalah, keberadaan Zat Allah
Ta’ala {Wujud-nya} kekal, tanpa ada perubahan, fana {binasa} atau berakhir.
Mustahil Allah Ta’ala binasa, berubah, habis atau lenyap. Dengan kata lain,
wujud Zat Allah Ta’ala tanpa diakhiri oleh kesudahan atau waktu. Dalilnya:
a. Dalil naqli.
Firman Allah Ta’ala dalam Q.S.. Ar-Rahman.
كُـلُّ
مَـنْ عَـلَـيْـهَـا فَـانٍ. وَيَـبْـقَـى وَجْـهُ
رَبِّـكَ ذُوالْجَـلاَلِ وَاُلإِكْـرَامِ
Artinya: “segala yang ada diatas bumi ini akan fana {binasa}
dan kekallah Zat Tuhanmu {Muhammad} , yang mempunyai kebesaran dan kemuliaan”.
b. Dalil ‘aqli
Semua makhluk mengalami perubahan, binasa, fana dan
berakhir. Menurut akal, pasti ada yang mengakhirinya atau yang membinasakannya.
Oleh karena itu, akal menemukan bahwa : ada Zat yang kekal dan yang berkuasa
untuk merubah dan membinasakan, Zat tersebut adalah Zat Allah Ta’ala yang maha
kekal, mustahil fana , lenyap atau binasa. Maka patut bagi setiap mu’min
mengi’tiqadkan bahwa ia senantiasa ingat bahwasannya ia akan binasa (mati)
supaya ia bertaubat dan banyak beristighfar
4. Mukhalafatuhu li al-hawadis,
“مُـخَـالَـفَـتُـهُ
لِلْـحَـوَادِثِ “
Artinya “berbeda wujud Zat Allah Ta’ala dengan sekalian yang
baharu”, mustahil menyerupai atau menyamai. Maksudnya adalah, wujud Allah
Ta’ala tidak menyerupai apapun dan tidaن
ada apapun yang menyerupai Allah Ta’ala dalam: Zat, sifat dan fi’il- Nya.
Dalilnya:
a. Dalil naqli.
Firman Allah Ta’ala dalam Q.S.Asy-Syũro : 11.
لَـيْسَ
كَـمِثْـلِهِ شَـيْءٌ وَهُـوَ السَّـمِـيْـعُ
الْعَـلِـيْـمُ
Artinya : “ Tidak ada sesuatu apapun yang menyerupai Allah
Ta’ala. Dialah yang Maha Mendengar dan Maha Mengetahui “.
b. Dalil aqli
Apabila Allah Ta’ala menyerupai atau serupa dengan sesuatu
pada ;Zat, sifat atau fi’il–Nya , maka Allah Ta’ala tentu serupa dengan sesuatu
itu. Sehingga pencipta dan ciptaan menjadi sama, padahal yang demikian sangat
mustahil dan tidak masuk akal. Oleh karena itu, Allah Ta’ala sang pencipta alam
ini, pasti tidak serupa dengan segala yang baharu atau dengan kata lain, tidak
sama antara khalik dan makhluk. Maka patut bagi setiap mu’min mengi’tiqadkan
bahwa ia senantiasa memperbanyak tasbih kepada Allah Ta’ala
5. Qiyâmuhu binafsihi , “ قِـيَـامُـهُ
بِـنَـفْـسِـهِ “
Artinya “ berdiri Allah Ta’ala dengan sendiriNya “. Mustahil
minta tolong kepada sesuatu lain-Nya. Maksudnya adalah ; wujud Allah Ta’ala
tidak membutuhkan kepada apapun dan kepada siapapun, selain Zat-Nya sendiri.
Tidak kepada tempat, ruang dan pertolongan yang lain. Dalilnya :
a. Dalil naqli .
Firman Allah Ta’ala dalam Q.S.. Al-Ankabut : 106.
إِنَّ اللهَ لَـغَـنِىٌّ عَـنِ
الْعَـالَـمِـيْـنَ
Artinya : “ Sesungguhnya Allah Ta’ala itu Maha Kaya dari
sekalian alam”. Maksudnya adalah, Allah Ta’ala tidak membutuhkan suatu apapun
dari alam semesta ini.
b. Dalil ‘aqli
Apabila Allah Ta’ala tidak berdiri dengan sendiriNya,
berarti membutuhkan pertolongan dari selain diri-Nya, maka IA lemah, tidak
sempurna dan tidak Mahakaya, sama seperti makhluk. Bila Allah sama dengan
makhluk ciptaan-Nya, berarti IA juga makhluk. Padahal yang demikian itu
mustahil, sebab IA bersifat qidâm dan baqâ. Maka patut bagi setiap mu’min
mengi’tiqadkan bahwa ia senantiasa berhajat dan faqir kepada Allah Ta’ala
6. Wahdâniyah, “ اَلْوَحْـدَانِـيَّـةُ
“
Artinya “ Esa Zat Allah Ta’ala “ dan mustahil berbilang .
Maksudnya adalah, Allah Ta’ala Esa ; Zat-Nya, Sifat-Nya dan Fi’il-Nya. Dalilnya
:
a. Dalil naqli.
Firman Allah Ta’ala Q.S.. Al-Ikhlas : 1
قُـلْ هُـوَ اللهُ اَحـَــدٌ
Artinya : “ Katakan ya Muhammad ! Dialah Allah Yang Maha Esa
“.
b. Dalil ‘aqli.
Andai kata Tuhan itu berbilang atau lebih dari satu , maka
akan timbul perselisihan diantara mereka atau berbeda faham, tentu akan binasa
alam semesta ini. Sebab yang satu ingin begini dan yang satu lagi hendak begini
pula. Oleh karena itu , mustahil pada akal bahwa , Tuhan yang mengatur alam ini
tidak Esa. Maka patut bagi setiap mu’min mengi’tiqadkan bahwa ia melihat dengan
mata bathinnya kepada fi’il Allah Ta’ala dalam setiap kejadian bahwa, itu
tertib dari Allah Ta’ala
7. Hayât , “ اَلْحَـيَـاةُ
“
Artinya “ Hidup “ . Maksudnya adalah , sifat hidup terdapat
pada Zat Allah Ta’ala atau Zat Allah Ta’ala sifat-Nya adalah hidup, maka
mustahil bersifat mati. Dalilnya :
a. Dalil naqli.
Firman Allah Ta’ala Q.S.. Al-Baqarah : 255
اللهُ لاَ إِلـهَ إِلاَّ
هُـوَ الْحَـىُّ الْقَـيُّـوْمُ
Artinya : “ Allah Ta’ala tiada Tuhan selain Dia yang Maha
Hidup lagi Maha Berdiri Sendiri “.
b. Dalil ‘aqli
Kalau saja misalnya Allah Ta’ala itu merupakan Zat yang
mati, niscaya alam ini akan berantakan, sebab tidak ada yang mengendalikan.
Sedangkan sebuah mobil yang meluncur dengan supir mengantuk akan terjun ke
dalam jurang, apa lagi jika supirnya mati.
Demikian juga dengan alam yang luas ini ; matahari, bulan,
bintang-bintang dan planet-planet yang beredar di ruang angkasa, termasuk
manusia, akan hancur, jika yang mengaturnya mengantuk, apa lagi mati. Maka
patut bagi setiap mu’min mengi’tiqadkan bahwa ia menyerahkan hidupnya kepada
Allah Ta’ala yang Maha Hidup
8. ‘Ilmu , “ اَلْعِـلْـمُ
“
Artinya “ tahu “ atau mengetahui . Maksudnya adalah ,Zat
Allah Ta’ala mempunyai sifat ‘ilmu atau Zat Allah Ta’ala bersifat Maha Tahu,
maka mustahil Allah Ta’ala bersifat jâhil atau tidak tahu. Dalilnya :
a. Dalil naqli.
Firman Allah Ta’ala dalam Q.S.. Al Baqarah : 29
وَهُـوَ
بِـكُـلِّ شَـيْءٍ عَـلِيْـمٌ
Artinya :“ Dan Dia, (Allah Ta’ala) itu Maha Mengetahui
segala sesuatu “.
b. Dalil ‘aqli
Allah Ta’ala Maha Tahu segala sesuatu, Maha Tahu terhadap
segala yang telah diciptakan dan yang akan diciptakan, mustahil Allah Ta’ala
tidak mengetahui atau bodoh terhadap hal tersebut, sebab kalau Allah Ta’ala
bersifat bodoh, tidak tahu dan tidak berilmu, maka IA tidak dapat menguasai dan
tidak dapat mengatur alam ini. Apabila alam semesta beserta isinya
diperhatikan, maka mustahil menurut akal bahwa, penciptanya adalah, Zat yang
tidak berilmu atau bodoh. Padahal manusia sebagi ciptaan-Nya saja memiliki ilmu
, bahkan ada yang sangat berilmu, apa lagi IA. Maka patut bagi setiap mu’min
mengi’tiqadkan bahwa ia sangat takut untuk berbuat maksiat, sebab Allah Ta’ala
Maha Tahu segala hal dan perbuatannya.
9. Qudrat , “ اَلْقُـــدْرَةُ
“
Artinya “kuasa“ dan mustahil lemah. Maksudnya adalah , Allah
Ta’ala mempunyai sifat qudrat yang berdiri pada Zat-Nya atau qudrat itu memang
sifat bagi Zat Allah Ta’ala . Dalilnya :
a. Dalil naqli
Firman Allah Ta’ala dalam Q.S.. Al – Baqarah : 30
إِنَّ اللهَ عَـلَى كُـلِّ
شَـيْءٍ قَـدِيْـرٌ
Artinya : “ Sesungguhnya Allah Ta’ala atas segala sesuatu
Maha Berkuasa ”.
b. Dalil ‘aqli
Alam semesta dan isinya adalah, ciptaan Allah Ta’ala ,
sebagaimana keterangan yang lalu. Maka sesungguhnya mustahil jika IA sendiri
tidak menguasainya. Sebab andaikata Tuhan lemah tidak berkuasa, tentu tidak
akan ada makhluk-Nya atau IA bukan Tuhan yang Maha berkuasa. Oleh karena itu,
mustahil menurut akal , jika Allah Ta’ala lemah dan wajib pada akal bahwa,
Allah Ta’ala Maha Berkuasa untuk menciptakan sesuatu atau meniadakannya. Maka
patut bagi setiap mu’min mengi’tiqadkan bahwa ia senantiasa tawaddlu’ tidak
takabbur atau sombong bahkan ia sangat takut kepada Allah Ta’ala yang Maha
Kuasa
10. Irâdat , “ اَلإِرَادَةُ
“
Artinya “ berkehendak “ dan mustahil dipaksa, Maksudnya
adalah, dalam menentukan sesuatu atau memilih sesuatu , Allah Ta’ala berbuat
menurut sekehendak-Nya . Dalilnya :
a. Dalil naqli
Firman Allah Ta’ala dalam Q.S.. Al-Buruj : 16
فَـعَّـالٌ
لِـمَـا يُـرِيْـدُ
Artinya : “(Allah Ta’ala itu) Maha berbuat terhadap apa yang
dikehendaki-Nya”.
b. Dalil ‘aqli
Dalam menciptakan sesuatu , Allah Ta’ala tetap menurut
kehendak-Nya. Demikian juga dalam menentukan atau memilih. Mustahil Allah
Ta’ala diatur atau dipaksa oleh kekuatan yang lain. Kalau Allah Ta’ala dapat
dipaksa atau diatur oleh kekuatan yang lain, maka Ia lemah dan berarti Ia bukan
tuhan. Oleh karena itu patut bagi setiap mu’min mengi’tiqadkan bahwa ia
senantiasa bersyukur atas ni’mat Allah dan sabar atas ujianNya
11. Sama’ , “ اَلسَّـمْـعُ
“
Artinya “ mendengar “. Mustahil Allah Ta’ala bersifat tuli .
Maksudnya adalah , Zat Allah Ta’ala bersifat sama’ artinya , mendengar segala
sesuatu atau sifat mendengar adalah , salah satu sifat yang tetap ada pada Zat
Allah Ta’ala . Dalilnya :
a. Dalil naqli
Firman Allah Ta’ala dalam Q.S.. An-Nisa’ : 184
وَكَـانَ
اللهُ سَـمِـيْعًـا عَـلِيْـمًـا
Artinya :“Dan adalah Allah Ta’ala itu Maha Mendengar dan
Maha Mengetahui“.
b. Dalil ‘aqli
Allah Ta’ala mempunyai sama’, yaitu pendengaran dan mustahil
tuli, sebab tuli adalah , sifat kekurangan. Allah Ta’ala mustahil bersifat
kekurangan, karena sifat kekurangan itu adalah, sifat bagi zat baharu. Padahal
kita yakin sepenuhnya bahwa, Allah Ta’ala itu bukan baharu , sebaliknya Allah
Ta’ala adalah, pencipta segala yang baharu. Maka mustahil IA tuli , seperti
yang baharu itu. Maka patut bagi setiap mu’min mengi’tiqadkan bahwa ia takut
dan waspada dalam berkata-kata, karena Allah Ta’ala Maha Mendengar segala
perkataan yang baik maupun yang buruk
12. Bashar , “ اَلْبَـصَـرُ
“
Artinya “ penglihatan “ , mustahil buta atau tidak dapat
melihat. Maksudnya adalah , Zat Allah Ta’ala bersifat bashar atau mempunyai
penglihatan dan sifat ini adalah , salah satu sifat yang berdiri pada Zat-Nya.
Dalilnya :
a. Dalil naqli
Firman Allah Ta’ala dalam Q.S.. Al-Hujarârat : 18.
وَاللهُ
بَـصِيْـرٌ بِـمَـا تَـعْـمَـلُوْنَ
Artinya : “ Dan Allah Ta’ala maha melihat segala apa saja
yang kamu kerjakan ”.
b. Dalil ‘aqli
Semua gerak gerik dari segala pekerjaan manusia , dilihat
oleh Allah Ta’ala, mustahil IA buta, sebab buta adalah, sifat kekurangan.
Padahal sifat kekurangan adalah, sifat makhluk-Nya . Apabila Tuhan juga buta,
maka IA adalah makhluk , padahal mustahil tuhan menjadi makhluk , sebagai mana
yang diterangkan pada awal kajian ini. Maka patut bagi setiap mu’min
mengi’tiqadkan bahwa ia tidak akan berbuat dosa dan maksiat, sebab Allah Ta’ala
Maha Melihat segala perbuatannya.
13. Kalâm , “ اَلْكَـلاَمُ
“
Artinya “ berkata-kata “ dan mustahil Allah Ta’ala bisu.
Maksudnya adalah , Allah Ta’ala mempunyai sifat kalâm atau mempunyai tutur
kata. Dalilnya :
a. Dalil naqli
Firman Allah Ta’ala dalam Q.S.. An-Nisa’ : 164
وَكَـلَّمَ
اللهُ مُـوْسَى تَـكْلِيْـمًـا
Artinya : “ Dan telah berkata-kata Allah Ta’ala dengan (Nabi
Musa) sebenar – benar perkataan “
b. Dalil ‘aqli
Kalau saja Allah Ta’ala bisu , tentu tidak dapat memerintah
dengan baik. Sedangkan sifat bisu adalah, sifat kekurangan. Jika IA bisu, maka
Bagaimana mungkin dapat berfirman kepada para Rasul-Nya. Oleh sebab itu , sifat
kalâm adalah, sifat kesempurnaan Allah Ta’ala yang wajib lagi qadîm yang
berdiri pada Zat-Nya. Maka patut bagi setiap mu’min mengi’tiqadkan bahwa ia
senantiasa memperbanyak zikir dengan harapan agar ia juga disebut Allah Ta’ala
sebagai hambaNya.
14. Kaunuhu Haiyan, “ كَـوْنُـهُ
حَـيََّـا “
Artinya “Zat Allah Ta’ala tetap dalam keadaan Maha Hidup“,
mustahil Allah Ta’ala dalam keadaan mati. Sebab IA mempunyai sifat hayât yang
telah ada dan berdiri pada Zat-Nya, maka Zat tersebut haiyun. Dalilnya sama
dengan dalil sifat hayât.
15. Kaunuhu ‘Âliman, “ كَـوْنُـهُ
عَـالِـمًـا “
Artinya “Zat Allah Ta’ala tetap dalam keadaan Maha
Mengetahui.” Maksudnya adalah, mustahil jahil (dalam keadaan tidak mengetahui).
Oleh karena, IA bersifat tahu dan dalam keadaan mengetahui. Mustahil tidak
tahu, apalagi dalam keadaan tidak mengetahui. Dalilnya sama dengan dalil sifat
‘ilmu
16. Kaunuhu Qâdiran. “ كَـوْنُـهُ
قَـادِرًا “
Artinya “Zat Allah Ta’ala tetap dalam keadaan Maha Kuasa,“
maka mustahil dalam keadaan lemah, karena IA mempunyai sifat qudrat. Dalilnya
sama dengan dalil sifat qudrat.
17. Kaunuhu Murîdan, “ كَـوْنُـهُ
مُـرِيْـدًا “
Artinya “ Zat Allah Ta’ala tetap dalam keadaan Maha
Menghendaki,” atau Maha Menentukan, maka mustahil dalam keadaan terpaksa atau
tidak berkehendak, karena IA mempunyai sifat irâdat. Dalilnya sama dengan dalil
sifat irâdat.
18. Kaunuhu Sami’an, “ كَـوْنَـهُ
سَـمِـيْـعًا “
Artinya “ Zat Allah Ta’ala senantiasa dalam keadaan Maha
Mendengar,” maka mustahil dalam keadaan tuli atau tidak mendengar, karena Ia
mempunyai sifat sama’ yang tetap ada pada zat-Nya. Dalilnya sama dengan dalil
sifat sama’
19. Kaunuhu Basîran, “ كَـوْنُـهُ
بَصِيْـرًا “
Artinya “ Zat Allah Ta’ala tetap dalam keadaan Maha Melihat,
“ maka mustahil dalam keadaan buta ataupun tidak melihat, karena Ia mempunyai
sifat bashar yang tetap berdiri pada Zat-Nya . Dalilnya sama dengan sifat
bashar.
20. Kaunuhu Mutakalliman, “ كَـوْنُـهُ
مُـتَـكَلِّمًـا “
Artinya “ Zat Allah Ta’ala tetap dalam keadaan Maha Bertutur
Kata ,” maka mustahil Allah Ta’ala dalam keadaan bersifat bisu atau tidak dapat
bertutur kata, karena IA mempunyai sifat kalâm. Dalilnya sama dengan sifat kalâm.
Demikianlah, dua puluh sifat kamãlãt Allah Ta’ala serta
mustahilnya, yang telah didukung oleh dalil-dalil naqli dan ‘aqli, secara rinci
dan jelas.
SIFAT MUSTAHIL BAGI ALLAH :
1.’Adam
artinya tidak ada
Adam merupakan kebalikan dari sifat wajib wujud (ada).
Adanya alam semesta dan semua isinya membuktikan adanya Allah sebagai zat yang
maha Pencipta segala sesuatu. Mustahil kalau Allah Tidak ada, maka siapa yang
menciptakan dan mengatur alam semesta ini? Secara akal tidak mungkin alam
semesta diciptakan oleh manusia atau makhluk lainnya. Allah berfirman, yang
artinya: “Dan Dialah yang telah menciptakan bagi kamu sekalian, pendengaran,
penglihatan dan hati. Amat sedikitlah kamu bersyukur. Dan Dialah yang
menciptakan serta mengembang biakkan kamu di bumi ini dan kepada-Nya lah kamu
akan dihimpunkan. Dan Dialah yang menghidupkan dan mematikan, dan Dialah yang
(mengatur) pertukaran malam dan siang. Maka apakah kamu tidak memahaminya?”
[Q.S. al-Mu'minun 78-80]
2. Hudutz
artinya baru atau ada permulaannya
Hudutz merupakan kebalikan dari sifat wajib qidam (dahulu).
Mustahil Allah bersifat baru, karena sesuatuyang baru pasti ada yang
menciptakan. Padahal Allah SWT adalah Sang Khalik pencipta semua
makhluk-makhluk-Nya, tidak mungkin terjadi bahwa yang menciptakan itu akan
didahului oleh apa-apa yang diciptakan Allah berfirman, yang artinya: “Dialah
Yang Awal dan Yang Akhir, Yang Lahir dan Yang Batin; dan Dia Maha Mengetahui
segala sesuatu.” [Q.S. al-Hadid 3]
3. Fana’
artinya musnah/binasa Sifat fana’ merupakan kebalikan dari sifat wajib baqa’
(kekal). Mustahil Allah SWT itu rusak atau binasa. Apabila Allah SWT rusak atau
binasa, maka sifat-sifat Allah itu sama dengan sifat makhluk-makhluk-Nya yang
rusak dan binasa. Allah berfirman, yang artinya: Semua yang ada di bumi itu
akan binasa. Dan tetap kekal Wajah Tuhanmu yang mempunyai kebesaran dan
kemuliaan. [Q.S. ar-Rahman 26-27] Dunia ini bersifat fana’ (rusak) sebagaimana
gambaran sebatang pohon yang tumbuh berkembang dan akhirnya mati *
4. Mumaatzalatu lil Khawaaditzi
artinya menyerupai sesuatu yang baru atau yang bermulaan*
Sifat mumaatzalatu lil Khawaaditzi merupakan kebalikan dari sifat mukhaalafatu
lil hawaaditzi (berbeda dengan segala makhluk). Mustahil Allah SWT sama dengan
makhluk-Nya. Jika Allah SWT menyamai salah satu makhluk-Nya, tentulah Allah
memiliki sifat kelemahan dan tidak kuasa untuk menciptakan alam semesta beserta
isinya. Allah berfirman, yang artinya: “dan tidak ada seorang pun yang setara
dengan Dia.” [Q.S. al-Ikhlas 4] *
5. Ikhtiyaaju Lighoirihi
artinya membutuhkan sesuatu kepada yang lain*
Ikhtiyaaju
Lighoirihi merupakan kebalikan dari sifat qiyaamuhu binafsihi (berdiri
sendiri). Mustahil Allah SWT membutuhkan kepada salah satu makhluk-Nya karena
Allah SWT Maha Kaya dan seluruh alam semesta ini adalah milik-Nya. Allah
berfirman, yang artinya: “… Dan Allah-lah yang Maha Kaya sedangkan kamulah
orang-orang yang membutuhkan (Nya)…” [Q.S. Muhammad 38] *
6. Ta’addud
artinya berbilang atau lebih dari satu.
Ta’addud merupakan
kebalikan dari sifat wajib wahdaniyah (esa). Allah itu Maha Esa dalam Zat-Nya,
sifat-sifat dan juga af’al-Nya. Maka, mustahil bahwa Allah itu lebih dari satu
karena akan menimbulkan perselisihan dan kehancuran. Allah berfirman, yang
artinya: Sesungguhnya kafirlah orang-orang yang mengatakan: “Bahwasanya Allah
salah satu dari yang tiga”, padahal sekali-kali tidak ada Tuhan (yang berhak
disembah) selain Tuhan Yang Esa. Jika mereka tidak berhenti dari apa yang
mereka katakan itu, pasti orang-orang yang kafir di antara mereka akan ditimpa siksaan
yang pedih. [Q.S. al-Maa'idah 73] *
7. al-’Ajzu
artinya lemah.
‘Ajzun merupakan kebalikan dari sifat wajib qudrat (kuasa).
Adanya alam semesta ini merupakan bukti bahwa Allah SWT kuasa terhadap segala
sesuatu dan tak ada yang dapat melemahkan Allah. Allah berfirman, yang artinya:
“…Dan tiada sesuatu pun yang dapat melemahkan Allah baik di langit maupun di
bumi. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Kuasa.” [Q.S. Fathir 44] *
8. al-Karaahah
artinya terpaksa.
Karaahah merupakan kebalikan dari sifat wajib iradat
(berkehendak). Allah SWT itu Maha Berkehendak dan tidak ada sesuatau pun yang
mampu menghalang-halangi apa saja yang sudah dikehendaki Allah. Mustahil Allah
SWT dipaksa, diperintah, atau diancam agar mau menjadikan sesuatu atau tidak
menjadikan sesuatu. Allah berfirman, yang artinya: “…Sesungguhnya Tuhanmu Maha
Pelaksana terhadap apa yang Dia kehendaki.” [Q.S. Huud: 107] *
9. Jahlun
artinya bodoh
Jahlun merupakan keballikan dari sifat wajib ilmu
(mengetahui). Allah Maha Mengetahui segala sesuatu baik apa yang terjadi, yang
akan terjadi maupun yang sudah terjadi, bahkan Allah juga tahu apa-apa yang
dirahasiakan makhluk-Nya. Maka mustahil kalau Allah SWT itu memiliki sifat
tidak tahu atau bodoh. Allah berfirman, yang artinya: “…Sesungguhnya Allah Maha
Mengetahui segala sesuatu.” [Q.S. al-Mujaadilah 7] *
10. Mautun
artinya mati
Mautun merupakan kebalikan dari sifat wajib hayat (hidup).
Allah SWT adalah Maha Hidup, tidak ada permulaan atau pun penghabisan, dan
tidak mengalami perubahan sama sekali bahkan tidak mengantuk dan tidak pula
tidur. Allah berfirman, yang artinya: “Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak
disembah) melainkan Dia Yang Hidup kekal lagi terus menerus mengurus
(makhluk-Nya); tidak mengantuk dan tidak tidur…”[Q.S. al-Baqarah 255] *
11. Shomamun
artinya tuli
Shomamun merupakan kebalikan dari sifat wajib sama’
(mendengar) Mustahil Allah SWT bersifat shomamun atau tuli. Seandainya Allah
SWT itu tuli pastilah mempunyai sifat kekurangan, cela dan noda. Allah SWT
adalah Maha Sempurna dan tidak memiliki kekuarangan sedikit pun. Allah
berfirman, yang artinya: “…Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” [Q.S.
al-Baqarah 256] *
12. ‘Umyun
artinya buta
‘Umyun merupakan kebalikan dari sifat wajib bashor
(melihat). Allah SWT Maha Melihat segala sesuatunya dan tidak ada satu pun
benda yang terluput dari penglihatan-Nya meskipun bersembunyi di lubang semut
pun Allah akan melihatnya. Allah berfirman, yang artinya: “Dia mengetahui
(pandangan) mata yang khianat dan apa yang disembunyikan oleh hati …
Sesungguhnya Allah, Dia-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” [Q.S.
al-Mu'min 19-20] *
13. Bukmun
artinya bisu
Bukmun merupakan kebalikan dari sifat wajib kalam
(berbicara). Mustahil Allah SWT bersifat bisu. Seandainya Allah bersifat bisu
bagaimana mungkin para Nabi dapat menerima wahyu. Allah berfirman, yang
artinya: “Rasul-rasul itu Kami lebihkan sebagian mereka atas sebagian yang
lain. Di antara mereka ada yang Allah berkata-kata (langsung dengan dia) dan
sebagiannya Allah meninggikannya beberapa derajat…”[Q.S. al-Baqarah 253] Adapun
tujuh sifat mustahil bagi Allah SWT berikut merupakan penguat dari tujuh sifat
mustahil sebelumnya (sifat ma’nawiyah) *
14. ‘Aajizan artinya Maha Lemah
15. Kaarihan artinya Maha Terpaksa
16. Jaahilan artinya Maha Bodoh
17. Mayyitan artihnya Maha Mati
18. Asamma artinya Maha Tuli
19. A’maa artinya Maha Buta
20. Abkama artinya Maha Bisu